Mitos "Banyak Anak Banyak Rezeki": Antara Keberuntungan & Usaha
"Banyak anak banyak rezeki" ini sering banget didengar sama orangtua kita dulu. Maksudnya adalah kalo punya anak banyak, berarti tanggungan rezeki dari Yang Maha Kuasa juga banyak. Anak-anak dianggap bisa membantu orang tuanya misalnya nanti bekerja membantu ekonomi keluarga atau menggantikan orang tua di masa tua.
Kedua, konteksnya ini memang relevan di masa lampau dimana hidup lebih susah dan banyak tanggungan. Anak banyak berarti banyak tenaga kerja yang bisa membantu menunjang keluarga. Ekonomi masyarakat masih bersifat agraris jadi banyak tangan banyaklah hasilnya. Tapi sekarang kan udah berbeda.
Ketiga, di era modern sekarang dimana hidup lebih maju, apakah pepatah ini masih cocok? Banyak yang berpendapat kalo sekarang punya anak terlalu banyak justru bikin repot karena biaya hidup yang mahal. Bagaimana menurut kamu sob?
Mitos "Banyak Anak Banyak Rezeki":
Sejarah dan Makna Pepatah:
Sob, pepatah "Banyak anak banyak rezeki" ternyata punya asal usul yang cukup panjang loh.
Pepatah ini dikatakan berasal dari budaya agraris masyarakat Indonesia zaman dulu. Dimana keluarga besar dan banyak anak dianggap kaya rejeki, karena banyak tangan bisa membantu usaha bertani atau kegiatan ekonomi lainnya. Maknanya, segala rezki yang diberikan Tuhan akan seimbang dengan tanggungannya, jadi punya banyak anak berarti rezeki ditanggung juga banyak.
Dalam berbagai budaya terutama agraris, pepatah ini memang umum dipegang. Tapi di beberapa daerah atau agama, punya banyak anak juga dianjurkan agar suatu komunitas bisa berkembang. Misalnya dalam ajaran Islam, punya anak banyak dianggap sebagai mewujudkan perintah Allah untuk menggandakan umat.
Dukungan di Masa Lalu
Dulu kondisi hidup orang tua sulit sekali. Petani harus bekerja siang malam di sawah untuk biaya hidup keluarga. Anak yang banyak berarti tangan tambahan untuk bekerja di ladang. Makanya dibilang banyak anak banyak rezeki, karena bisa nambah pendapatan.
Di keluarga tradisional peran anak sangat besar loh. Selain nambah pendapatan, anak laki diharapkan bisa tanggung jawab orang tua di masa tua. Sedangkan anak perempuan bisa nambah rezeki lewat nikah. Jadi anak itu investasi buat masa depan.
Nenek moyang kita dulu bisa puluhan anak tidak masalah. Semuanya disusui dan dididik bersama sambil digantian kerja di sawah. Itulah contoh terapinya pepatah banyak anak banyak rezeki dulu. Kok bisa ya sob di masa itu? Sekarang kan beda cerita.
Realitas di Era Modern
Perubahan Sosial dan Ekonomi
Gaya hidup sekarang lebih individualistis. Orang tua tidak lagi mengandalkan anak sebagai asuransi tuanya. Banyak anak juga bakalan membuat biaya hidup dan pendidikan jadi mahal.
Perkawinan sekarang lebih tertunda karena fokus karir dan gaya hidup. Urbanisasi juga membuat kedekatan antar generasi berkurang. Ini berpengaruh pada jumlah anak yang diharapkan sebuah keluarga.
Biaya hidup sekarang jauh lebih mahal karena dampak globalisasi. Mulai dari pangan, pendidikan, hiburan hingga kesehatan. Ini jadi pertimbangan tersendiri bagi orang tua untuk tidak terlalu banyak anak yang justru membebani ekonomi keluarga.
Jadi, pepatah itu kini perlu disesuaikan sama perubahan masa kini.
Tantangan Membesarkan Anak
Biaya untuk membesarkan anak sekarang sangatlah mahal. Mulai dari akomodasi, makanan, pakaian, hingga biaya pendidikan dan kesejahatan. Ini bikin orang tua stres karena harus kerja ekstra.
Pendidikan dan kesehatan anak menjadi prioritas. Agar bisa berprestasi dan sehat wal'afiat. Sayangnya fasilitas itu bikin orang tua muter otak cari duit. Apalagi biaya kuliah anak yang tidak murah.
Contohnya Pak RT di komplek sebelah. Beliau 5 anak dan cucunya sekarang kuliah semua. Itu bikin beliau sering lembur dan istrinya banting tulang jualan. Padahal dulu orang tua kita bisa santuy walau banyak anak.
Data dan Statistik:
Data BPS menyebutkan rata-rata usia kawin di Indo makin tua, yaitu pria 29,5 thn & wanita 27,4 thn. Jumlah anak ideal juga berkurang, dari 2,6 anak gitu jadi 2,3 anak.
Mirip Jepang & Korsel. Di Jepang rata usia kawin wanita 30,3 tahun & pria 32,1 tahun. Rasio kelahiran 1,43 anak/wanita. Di Korsel, usia kawin 30,9 tahun & 32,3 tahun. Rasio kelahiran juga turun, dari 1,21 menjadi 0,92.
Pola umum di negara maju lain juga sama. Karena fokus karir, pendidikan lebih lama, mahalnya biaya hidup, dan perubahan values sosial. Orang lebih selektif memilih pasangan & jumlah anak yang diinginkan.
Jadi menurut data ilmiah internasional, pepatah itu memang kurang relevan di era modern.
Antara Keberuntungan & Usaha:
Keberuntungan:
"Rezeki" dalam pepatah ini sebenarnya lebih ke "keberuntungan". Maksudnya adalah harapan bahwa anak banyak akan membawa berkah, kelancaran rejeki, atau hal-hal positif lainnya.
Contohnya keluarga Pak Dedi. Beliau lima anak dan semuanya lancar sekolah hingga kuliah. Anak pertama jadi karyawan bank, kedua jadi guru, dan seterusnya masing-masing sukses di bidangnya. Inilah yang dimaksud "rezeki" dalam pepatah.
Namun "keberuntungan" ini tidak bisa dijadikan pegangan utama. Bisa jadi juga ada keluarga yang anaknya banyak tapi kesulitan ekonomi. Jadi lebih baik dipikirkan hal-hal lain seperti pendidikan dan biaya hidup daripada mengandalkan "rezeki" belaka.
Jadi menurutku Sob, pepatah ini ngandalin faktor "keberuntungan" yang tidak bisa dipegang teguh.
Usaha:
"Rezeki" sebenarnya juga datang dari "usaha" kita. Maksud pepatah ini adalah dengan punya anak banyak, orang tua harus giat bekerja untuk nafkahi mereka.
Perencanaan matang juga penting. Misal, persiapkan biaya pendidikan, kesehatan, bahkan hunian layak untuk anak-anak agar masa depan terjamin. Jangan asal banyak anak lalu kebingungan nafkahinya.
Tipsnya yaitu orang tua kerja keras, pintar atur keuangan, berikan pendidikan terbaik, kasih kasih sayang yang maksimal. Anak juga harus dididik mandiri dan berbakti. Inti pepatah ini sebenarnya adalah kerja keras, bukan asal harap "rezeki" datang sendiri.
Jadi menurutku sob, pepatah ini sebenarnya menekankan pentingnya usaha orang tua, bukan sekadar jumlah anak.
Contoh Kasus:
Baik sob, berikut contoh kasusnya:
Contoh Keluarga Sukses
Keluarga A (sukses): 7 anak, Ayah tekun bangun usaha, Ibu rajin ngajarin anak, sekolah sampai kuliah semua. Sekarang semua anak berhasil mandiri, bahkan bantu orang tua.
Faktor kesuksesan Keluarga A: perencanaan matang, keserasian pasangan, orang tua keras kerja & peduli anak.
Contoh Keluarga Gagal
Keluarga B (gagal): 6 anak, Ayah sering mabuk, Ibu suka marah-marah, ga ada rencana biaya pendidikan. Sekarang cuma 2 anak lulus SMA, sisanya drop out terus jadi pengangguran.
Faktor kegagalan B: kurang perencanaan, masalah internal rumah tangga, orang tua ga bertanggung jawab.
Pepatah ini membutuhkan kerja keras orang tua & perhatian ke anak, bukan sekadar jumlah anak semata. Harus ada komitmen bersama untuk menjamin masa depan anak.
Membangun Keluarga Ideal di Era Modern:
Pentingnya Perencanaan
Perencanaan keuangan sangat penting sebelum memutuskan punya anak. Persiapkan menabung untuk biaya pendidikan anak hingga kuliah, biaya kesehatan, bahkan hunian layak yang akan dihuni keluarga kecil nantinya. Ini perlu direncanakan matang agar tidak kebingungan menanggung biaya hidup anak secara tiba-tiba.
Perencanaan juga meliputi aspek mental dan waktu yang akan dikorbankan untuk membesarkan anak. Memiliki dan membesarkan anak tentu memerlukan kesiapan mental yang kuat dari kedua orang tua, dimana keduanya harus memiliki komitmen untuk memberikan kasih sayang dan waktu secukupnya untuk anak.
Komunikasi dan perencanaan antara pasangan suami istri juga perlu dilakukan matang sebelum mempertimbangkan untuk memiliki anak. Bincangkan rencana karir, tanggungan biaya hidup, target jumlah anak yang diinginkan agar keputusan memiliki anak lebih terstruktur dan tanggung jawab bersama antara pasangan.
Dukungan Pemerintah dan Masyarakat
Pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan pendukung keluarga seperti keluarga berencana, asuransi kesehatan keluarga, bantuan pendidikan lumpsum, tunjangan anak, dan insentif pernikahan.
Komunitas dan organisasi non-pemerintah turut membantu. Misalnya gereja atau masjid yang membantu biaya pendidikan anak, pembinaan kesejahteraan keluarga, bahkan donasi alat kesehatan dan rumah layak.
Program pemerintah seperti bantuan sosial tunai, program sembako murah, bantuan subsidi listrik, dan program pelatihan keterampilan dimaksudkan untuk membantu anggota keluarga kurang mampu.
Dengan dukungan luas seperti ini, diharapkan setiap keluarga mampu tumbuh dan berkembang secara utuh.
Refleksi Diri dan Keluarga:
Sobat semua, mari kita renungkan makna "rezeki" dan "usaha" dalam pepatah ini sesuai konteks zaman:
Pertama, "rezeki" lebih tepat diartikan sebagai "keberuntungan". Apakah kita masih membiarkan nasib anak bergantung pada faktor itu?
Kedua, "usaha" sebenarnya adalah kerja keras kita. Apa kesiapan dan rencana Anda dalam merawat, mendidik, dan membangun keluarga?
Ketiga, keluarga yang utuh dan sejahtera hanya bisa dicapai lewat komitmen dan kerjasama kasih sayang semua anggotanya. Apa nilai-nilai yang hendak kita tanamkan dan bagaimana cara membangunnya?
Masa depan generasi penerus bangsa berada ditangan kita. Mari kita bangun keluarga yang sehat dan sejahtera sesuai tuntunan zaman modern ini
Kesimpulan:
Pepatah ini sebenarnya menekankan pentingnya kerja keras dan perencanaan orang tua dalam membesarkan anak, bukan sekadar mengandalkan "keberuntungan".
Di era modern, pepatah ini kurang relevan karena gaya hidup lebih individualistis dan mahalnya biaya kehidupan. Namun inti pesannya yaitu komitmen dan usaha orang tua tetap valid.
Untuk membangun keluarga bahagia dan sejahtera, diperlukan perencanaan matang menyangkut keuangan, mental, waktu, dan tujuan bersama. Dukungan dari pemerintah dan komunitas turut membantu.
Mari kita diskusikan pada kolom komentar dibawah, pengalaman dan pandangan masing-masing soal keluarga idaman di era modern. Semoga bermanfaat untuk kesiapan membangun generasi penerus bangsa.
FAQ
Benarkah pepatah "Banyak anak banyak rezeki" masih relevan di era modern?
Jawaban: Pepatah ini memiliki makna yang kompleks dan interpretasinya dapat berbeda-beda tergantung pada situasi dan kondisi. Di era modern, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan sebelum memiliki anak, seperti biaya hidup yang tinggi, pendidikan, dan kesehatan.
Apa saja tantangan membesarkan anak di era modern?
Jawaban: Tantangannya termasuk biaya hidup yang tinggi, pendidikan yang berkualitas, kesehatan anak, dan keseimbangan antara karir dan keluarga.
Bagaimana peran pemerintah dan masyarakat dalam mendukung keluarga di era modern?
Jawaban: Pemerintah dapat menyediakan kebijakan dan program yang mendukung keluarga, seperti cuti melahirkan, pendidikan anak usia dini yang terjangkau, dan program kesehatan. Masyarakat dapat membantu dengan menyediakan lingkungan yang ramah keluarga dan saling mendukung antar keluarga.
Apa tips membangun keluarga ideal di era modern?
Jawaban: Tipsnya termasuk perencanaan yang matang, komunikasi dan kerjasama yang baik dalam keluarga, serta saling mendukung antar anggota keluarga.
Apa pesan utama dari artikel ini?
Jawaban: Pesan utama adalah bahwa memiliki anak adalah keputusan yang penting dan perlu dipertimbangkan dengan matang. Di era modern, penting untuk memiliki perencanaan yang matang, usaha, dan kerja keras untuk membangun keluarga ideal.
Posting Komentar untuk "Mitos "Banyak Anak Banyak Rezeki": Antara Keberuntungan & Usaha"
Posting Komentar